Ambon (Antara Maluku) - Pemerintah Provinsi Maluku meminta empat perusahaan perikanan yang beroperasi di provinsi tersebut dan terkena imbas pemberlakuan moratorium oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk tidak tinggalkan daerah itu.
"Saya minta empat perusahaan perikanan yang dicabut ijinnya oleh KKP untuk tidak angkat kaki dari Maluku. Masih banyak peluang investasi pada sektor unggulan yang bisa dilakukan di daerah ini," kata Gubernur Maluku Said Assagaff saat dimintai tanggapannya di Ambon, Selasa.
Gubernur Said juga menyayangkan tindakan KKP dengan mencabut ijin empat perusahaan tersebut tanpa memberikan kesempatan bagi para pengusaha perikanan tersebut memperbaiki kesalahan yang dilakukan.
Dia menegaskan, pihaknya telah meminta pemerintah untuk melakukan peninjauaan kembali terhadap pemberlakuan moratorium atau penghentian sementara seluruh kegiatan penangkapan ikan, karena dampaknya ribuan pekerja akan kehilangan pekerjaan.
"Kami sebenarnya telah meminta peninjauan kembali atau masalah perijinan kapal ikan diserahkan pengurusannya kepada pemerintah daerah, karena angka pengangguran meningkat akibat ribuan orang kehilangan pekerjaan, tetapi tidak pernah ditanggapi," katanya.
Menurut dia, Pemprov terus mengupayakan penurunan angka pengangguran melalui penciptaan lapangan kerja, tetapi sebaliknya pemberlakuan moratorium malah berdampak angka pengangguran bertambah dan hilangnya lapangan pekerjaan.
"Kami mendukung keputusan pembatasan aktivitas penangkapan ikan oleh kapal-kapal ikan asing atas eks luar negeri, tetapi hendaknya dibarengi dengan solusi lain agar tidak membuat masyarakat kehilangan pekerjaan dan investor lebih bergairah untuk berinvestasi," katanya.
Sebelumnya Menteri Susi Pudjiastuti bertindak tegas mencabut ijin lima perusahaan di bidang perikanan karena dinilai terlibat illegal fishing, empat perusahaan diantaranya beroperasi di Maluku.
Lima perusahaan yang dicabut ijinnya yakni PT Dwikarya Reksa Abadi di Wanam (Papua), sedangkan di Maluku yakni PT Maritim Timur Jaya di Kota Tual, PT Indojurong Fishing Industry di Penambulai, Kepulauan Aru, PT Pusaka Benjina Resources di Kepulauan Aru dan PT Mabiru Industry di Kota Ambon.
Perijinan yang dicabut mencakup surat izin kapal penangkap ikan (SIPI), surat izin kapal pengangkut ikan (SIKPI), dan surat izin usaha perikanan (SIUP).
Dari kelima perusahaan itu, baru PT Pusaka Benjina Resources (Maluku) yang seluruh perizinannya dibekukan karena melakukan pelanggaran berat yakni human trafficking (perbudakan).
Menurut Menteri Susi, potensi kerugian negara akibat tindakan illegal fishing ini mencapai 20 miliar dolar AS atau lebih dari Rp3.000 triliun.
Perusahaan Terkena Moratorium Diminta Tidak Keluar Maluku
Selasa, 30 Juni 2015 22:59 WIB