Ambon, 31/3 (Antara Maluku) - Kepala Dinas Kesehatan Maluku Meikyal Pontoh mengakui penanganan masalah kesehatan di wilayah perbatasan dan terluar provinsi tersebut dengan negara tetangga Australia dan Timor Leste belum optimal.
"Upaya peningkatan dan pelayanan kesehatan kepada masyarakat di daerah perbatasan antarnegara tetangga dengan Indonesia, khususnya di Maluku belum berjalan optimal karena dipengaruhi berbagai masalah mendasar," kata Meikyal di Ambon, Kamis.
Berbagai keterbatasan pelayanan yang dihadapi membuat banyak warga di kabupaten Maluku Barat Daya (MBD) terutama yang menderita gawat darurat memilih berobat ke Timor Leste yang merupakan negara tetangga terdekat dengan jarak tempuh lebih cepat hanya sekitar dua jam.
"Jarang tempuh dari Pulau Lirang ke Timor Leste sangat dekat. hanya dengan menggunakan perahu atau `longboat` seadanya dengan waktu tempuh sekitar dua jam warga sudah bisa tiba di Timor Leste. Apalagi banyak warga di kabupaten MDB memiliki hubungan pertalian darah maupun budaya dengan warga di Timor Leste," katanya.
Sedangkan di Maluku terdapat 12 Puskesmas yang terletak wilayah perbatasan antarnegara yakni di kabupaten Maluku Tenggara Barat (MTB), Kepulauan Aru dan Maluku Barat Daya.
Pada 12 Puskesmas tersebut telah ditempatkan tenaga kesehatan termasuk dokter yang tergabung dalam Tim Nusantara Sehat sebanyak 75 orang dengan masa tugas selama dua tahun.
"Gaji serta tunjangan mereka ditanggung langsung oleh negara melalui APBN Kementerian Kesehatan. Mereka bertugas untuk menangani berbagai masalah kesehatan yang dialami warga pada daerah-daerah perbatasan tersebut," katanya.
Namun tenaga kesehatan yang tergabung dalam Tim Nusantara Sehat tersebut tidak dapat bekerja optimal dikarenakan berbagai keterbatasan yang ada di wilayah daerah perbatasan, diantaranya listrik yang belum tersedia pada 12 puskesmas tersebut.
Belum tersedianya listrik menyebabkan berbagai alat kesehatan (alkes) yang didistribusikan pada 12 Puskesmas tersebut tidak dapat dioperasikan dan dimanfaatkan.
Selain itu, banyak kasus kegawatdaruratan terpaksa tidak dapat ditangani maupun dirujuk ke rumah sakit terdekat karena tidak tersedia sarana transportasi yang dapat digunakan setiap saat.
Sarana transportasi berupa kapal perintis maupun milik Pelni yang menjangkau pulau-pulau terluar di MTB, Kepulauan Aru dan MTB hanya dua minggu sekali, sedangkan penerbangan ke Kisar, Tiakur, kabupaten MBD maupun Dobo, Kepulauan Aru belum terjadwal dengan baik.
"Begitu pun program `telemedicine` atau pelayanan kesehatan jarak jauh tidak dapat diterapkan di daerah-daerah perbatasan karena tidak tersedia sarana dan prasarana komunikasi, padahal program ini dimaksudkan untuk membantu dan mempercepat penanganan kasus kedaruratan oleh tenaga kesehatan yang berada di daerah yang jauh," katanya.
Meikyal menambahkan berbagai masalah pelayanan kesehatan di kawasan perbatasan antarnegara di Maluku tersebut telah disampaikan kepada Menteri Kesehatan Nila Farid Moeloek untuk ditindaklanjuti dan dicarikan solusinya.
"Pelayanan kesehatan di daerah perbatasan perlu dilakukan lintas sektor seperti yang dilakukan di kawasan perbatasan Kalimantan Timur dengan Malaysia. Khusus di Maluku Kementerian Kesehatan sedang mencari formula yang tepat untuk menangani berbagai masalah yang terjadi," ujarnya.
Penanganan Kesehatan Daerah Perbatasan Belum Optimal
Kamis, 31 Maret 2016 20:42 WIB