Ternate, 17/2 (Antara Maluku) - Pengamat Pendidikan dari Universitas Khairun (Unkhair) Ternate Syahrir Muhammad meminta kepada pasangan calon kepala daerah/wakil kepala daerah yang memenangi pilkada, tidak menjadikan guru sebagai korban politik.
"Jangan hanya karena seorang guru tidak mendukung pasangan calon kepala daerah/wakil kepala daerah saat pilkada lalu ketika pasangan itu memenangi pilkada, kemudian memberikan sanksi politik kepada guru, misalnya memindahkannya ke wilayah terpencil," katanya di Ternate, Jumat.
Menurut dia, hal seperti itu selama ini sering terjadi di Maluku Utara (Malut) setiap selesai pelaksanaan pilkada, seperti terjadi di salah satu kabupaten yang sejumlah guru dimutasi ke pulau terpencil, banyak pula kepala sekolah yang dicopot jabatannya karena saat pelaksanaan pilkada mereka mendukung pasangan calon kepala daerah/wakil kepada daerah yang lain.
Sebaliknya, kata Syarir Muhammad, banyak pula guru yang kemudian diangkat menjadi kepala sekolah karena saat pilkada mendukung calon kepala daerah/wakil kepala daerah yang kemudian memenangi pilkada, padahal guru bersangkutan tidak memenuhi syarat.
"Bahkan ada di salah satu kabupaten di Malut, guru yang dianggap berjasa saat pilkada diangkat menjadi sekretaris desa, padahal hal itu melanggar ketentuan ada pula seorang tata usaha yang diangkat menjadi kepala sekolah karena alasan yang sama," katanya.
Ia mengatakan, kebijakan keliru yang seperti itu harus dihilangkan, karena selain merusak tatanan profesi guru, juga dapat berimplikasi buruk terhadap upaya meningkatkan kualitas pendidikan di daerah setempat, yang pada gilirannya akan melahirkan generasi bangsa yang tidak berkualitas.
Calon kepala daerah/wakil kepala daerah yang memenangi pilkada, kata Syahrir Muhammad, lebih berkonsentrasi pada upaya meningkatkan kualitas para guru setempat, misalnya melalui kegiatan pelatihan secara periodik, karena harus diakui kualitas guru di Malut belum sesuai yang diharapkan.
"Selain itu, harus pula melakukan pemerataan guru di daerahnya karena banyak sekolah di wilayah pelosok yang kekurangan guru, sementara di ibu kota kabupaten/kota justru kelebihan guru," ujarnya.
Pengamat: Jangan Jadikan Guru Korban Politik
Sabtu, 18 Februari 2017 12:10 WIB